Senin, 27 Februari 2012

PELANGI HATI DI BAWAH LANGIT JOGJA

Ku singkap korden kamarku. Mendung bergelayut di langit Jogja. Menambah kemalasan di hari Minggu ini. Lalu aku merendam pakaian yang akan ku cuci. Sambil menunggu rendaman pakaianku, aku pun membuka Facebook. Tak berapa lama handphoneku berdering. Ada sms masuk. Ku lihat nama yang tertera di layar HP. Membaca namanya hatiku berdesir. Lalu ku buka dan ku baca sms darinya.

“Lagi ngapain dek?”
“Lagi mo nyuci baju mas. Tapi ni FB-an dulu. He he he...”
“Mendung-mendung kok nyuci?”
“Mas lagi ngapain? Lagi pulang ke Pekalongan ya?”
“Lagi otw.”
“Lagi jalan-jalan ya? Di sana mendung juga tho?”

Lama tak ada balasan, akhirnya aku pun mencuci. Setelah selesai menjemur pakaian aku pun istirahat sejenak sambil bermain HP lagi. Dan, dia kembali mengirimkan sms. Ketika ku baca, aku sedikit terkejut dan bertanya-tanya.

“Dek, alamat kosmu mana?”
“Aku minta ancer-ancernya.”

Setelah ku jawab, aku pun kembali menanyakan keberadaannya. Tapi tak dibalasnya. Aku curiga, jangan-jangan dia sekarang sedang berada di Jogja. Langsung ku sambar handuk dan bergegas menuju ke kamar mandi. Ketika aku selesai mandi, aku mengecek ponselku. Deg... jantungku berdebar. Ada dua panggilan tak terjawab dan tiga sms. Ternyata panggilan tak terjawab itu darinya. Dan sms itu pun darinya. Aku cepat-cepat membaca smsnya.

“Dek, ada di kos ga? Aku boleh main?”
“Dek, aku tunggu di depan pager kosmu ya.”
“Dek, aku sekarang di depan kosmu.”

Rasa hatiku benar-benar tak menentu. Campur aduk tak karuan. Antara senang dan tak percaya, kalau dia sekarang sudah berada di depan kosku. Lalu aku meneleponnya, ku katakan bahwa sebentar lagi aku akan menemuinya. Buru-buru aku berganti pakaian dan menemuinya. Jantungku berdebar kencang. Kita tak pernah bertemu sejak pertama kali dia diajak oleh saudara sepupunya ke rumahku, kurang lebih 8 tahun yang lalu.

Setelah ngobrol sebentar di teras rumah ibu kosku, dia mengajak keluar untuk mencari makan siang. Sebelum mencari warung makan, kita mampir dulu ke masjid. Aku di mobil, menunggunya shalat dhuhur. Setelah makan dia mengajakku untuk mampir ke rumah kawannya. Karena dia ingin membeli sparepart motor tua. Ya, hobinya adalah mengkoleksi dan mengutak-atik motor tua. Tapi ternyata kawannya sedang tidak ada di rumah. Kita pun menunggu sambil mengobrol dan bercanda. Cukup lama juga kawannya datang. Setelah urusannya selesai, dia mengantarkan aku kembali ke kos. Dan dia pun kembali ke Semarang.

Senja itu langit Jogja sangat gelap, rintik gerimis mulai turun. Dan hujan deras pun mengguyur Jogja sampai malam. Tapi, walaupun langit Jogja senja itu tertutup oleh awan hitam, sepertinya aku melihat warna-warni pelangi. Mungkin lebih tepatnya, pelangi di hatiku.


Senin, 30 Januari 2012
Jongkang Jogja

Rabu, 01 Februari 2012

SEPENGGAL RINDU UNTUK JOGJA

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Yogya
Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Ditelan deru kotamu


Bait demi bait lagu Yogyakarta milik Kla Project mengalun merdu di telingaku melalui fasilitas MP3 dari ponselku. Lagu itu sengaja kuputar bukan hanya sekedar ‘tuk menemani kebosananku dalam perjalanan malam ini. Aku memang menyukai lagu itu ketika pertama kali mendengarnya, kala aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan lagu itu adalah satu-satunya lagu yang aku hafal syairnya hingga kini. Entah kenapa, saat aku hendak masuk ke perguruan tinggi aku begitu menginginkan untuk melanjutkan ke Yogyakarta . Dan ternyata kota itu kini menjadi kota yang penuh kenangan untukku. Semua kenangan manis, dan juga kenangan pahit. Memberi warna dalam perjalanan hidupku.

Kusenandungkan syair lagu mengikuti irama musik. Lirik-liriknya yang penuh makna mengingatkanku akan satu sosok yang sangat aku sayangi. Ya… dia begitu lekat dalam ingatanku bahkan membekas dalam hatiku. Hingga kini, walau 3 tahun t’lah berlalu. Sering pula ia muncul dalam mimpi-mimpi manisku. Dia yang aku kenal kala menempuh studi di kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar itu. Sifatnya yang ramah membuat semua orang senang berkawan dengannya. Tampangnya yang ganteng membuat banyak gadis tertarik padanya. Kepiawaiannya dalam mengolah kata membuat para gadis jatuh hati padanya. Entah sudah berapa gadis yang patah hati karenanya. Tapi yang jelas dia begitu pandai membawa diri.

*******

Pagi ini, Sabtu, 27 Mei 2006, perasaanku tak enak. Gelisah tak menentu. Entah kenapa aku tak tahu. Serasa ada sesuatu yang buruk yang bakal terjadi. Aku hanya membolak-balikkan badanku di tempat tidur. Ah, barangkali hanya kelelahan karena bekerja, pikirku. Kulihat jam di dinding, sudah pukul 11 rupanya. Perutku pun keroncongan, tanda minta diisi. Aku pun bangun dengan malas. Setelah mandi dan makan, aku pun menuju televisi dan menyalakannya. Yah… Sabtu dan Minggu adalah hari merdeka buatku. Hari di mana aku bebas dari tumpukan pekerjaan yang melelahkan. Tapi itu pun tak selalu. Seringkali Sabtu dan Minggu aku harus tetap bekerja demi memenuhi target perusahaan. Demi hidupku juga tentunya. Hari ini aku libur, tetapi ketika aku selesai mandi tadi, seseorang dari kantorku menelepon mengatakan bahwa besok aku harus lembur. Sesuatu yang agak menjengkelkan bagiku. Serasa tak ada waktu untuk bersenang-senang saja.

Jantungku serasa berhenti berdetak ketika melihat berita yang ada di televisi. Pagi tadi sekitar pukul 05.58 telah terjadi gempa bumi dahsyat berkekuatan 5,9 skala richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya. Di layar televisi tergambar kepanikan orang-orang yang berlarian berusaha menyelamatkan diri dari isu tsunami yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Rumah-rumah dan bangunan-bangunan roboh. Tidak sedikit pula yang hancur, rata dengan tanah. Ribuan orang diperkirakan tewas, dan ribuan lainnya luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan. Aku menangis… Ya tuhan… dalam sekejap, Kau bisa menghancurkan semuanya. Dalam hitungan menit, Kau bisa ambil nyawa ribuan manusia. Duh Gusti… dosa apa mereka sampai Kau murka, dan Kau timpa mereka dengan bencana seperti itu. Sedih rasanya hati ini melihat keadaan itu. Apalagi, Yogya merupakan kota yang sangat berarti buatku. Kota dengan segala kenangan manis. Memori indahnya pun masih selalu kuingat hingga kini.

Hatiku semakin gelisah, tatkala nomor handphone yang kuhubungi tak bisa tersambung. Berkali-kali aku terus mencoba, tapi hingga 1 minggu berlalu tak juga bisa tersambung. Aku terus bertanya-tanya, bagaimana keadaan dirimu? Apakah engkau selamat dari bencana itu? Aku hanya bisa berdoa agar engkau selamat. Kurogoh tabunganku untuk ikut meringankan beban mereka yang tertimpa musibah lewat sebuah acara penggalangan dana kemanusiaan untuk korban gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya yang diselenggarakan di kantorku.

Sebenarnya, ingin rasanya aku terbang ke sana untuk mencari dirimu, mengetahui keadaanmu. Akan tetapi karena jarak dan kondisi yang tak memungkinkan, aku hanya bisa berdoa untukmu.

*******

Satu tahun t’lah berlalu. Aku mempunyai kesempatan untuk beristirahat sejenak dari tumpukan pekerjaan yang kerap kali membuat aku pusing. Hari ini aku telah menggenggam tiket perjalanan ke Yogya. Sesampai di teminal, aku bergegas mencari taksi dan pergi menuju rumahmu. Aku berharap menemukanmu dalam keadaan sehat wal afiat. Akan tetapi… sesampai di depan rumahmu, badanku serasa lemas. Aku tertegun, yang ada di hadapanku hanyalah tumpukan puing-puing rumah yang telah rata dengan tanah. Dan di sebelahnya hanya ada sebuah tenda kecil yang sudah tak layak huni menuruku. Walaupun sudah ada upaya perbaikan pasca gempa dengan berbagai bantuan yang terus mengalir, toh masih saja ada yang belum mendapatkannya.

Sejenak aku menghela nafas panjang. Lalu aku menghampiri sesosok kakek tua yang keluar dari tenda kecil tersebut. Berharap mendapat kabar baik darinya. Aku pun bertanya tentang keberadaan sang penghuni rumah yang terletak tepat di samping tenda yang ditinggalinya kini. Aku bernafas lega, karena ternyata kakek tua tersebut mengenal mereka. Kakek tua itu lalu mengatakan bahwa sang empunya rumah telah tiada akibat bencana gempa bumi setahun yang lalu. Bagai petir di siang bolong, hatiku pun kacau tak karuan mendengarnya. Mereka sekeluarga, ayah, ibu, dan 3 orang anaknya tak ada yang selamat, karena masih terlelap saat terjadi bencana. Terlambat untuk menyelamatkan diri, dan tertimpa reruntuhan rumah mereka sendiri. Termasuk dia, seseorang yang amat sangat aku sayangi. Kini dia telah pergi untuk selamanya tanpa tahu bahwa aku sangat mencintainya.

Pagi itu mendung bergelayut di atas Jogja. Seakan tahu apa isi hatiku. Kulangkahkan kakiku dengan gontai meninggalkan tempat itu. Serasa ada bagian yang hilang dalam diriku. Separuh jiwaku serasa terbang entah ke mana. Kususuri jejak-jejak kenangan indah saat bersamanya dahulu, sambil kusenandungkan sepenggal syair lagu milik Kla Project. Bulir-bulir air mata pun menetes di pipiku. Kerinduanku akan tetap abadi selamanya.

Walau kini kau t’lah tiada dan tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati



Senin, 4 Juni 2007
Bekasi